Senin, 25 Januari 2016

SEMINAR DI KAMPUS



PENGEMBANGAN  PENDIDIKAN  LUAR BIASA
DI   I N D O N E S I A
 Oleh  : Prof. Dr. Ravik  Karsidi, MS

 Guru Besar Program Studi  Pendidikan Luar Biasa , FKIP  UNS Surakarta.
            Bertitik tolak  pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional  nomor
70 Tahun 2009 , Tanggal 5 Oktober  2009 tentang  :” Pendidikan bagi peserta didik yang memiliki kelinan dan  prestasi kecerdasan dan / atau bakat istimewa “
Beberapa pasal  dari  PERMENDIKNAS  NO. 70  Tahun  2009  yang mengarahkan  pengembangan Pendidikan Luar Biasa  (PKh ) :
Pasal  4 :                              
            (1) Pemerintah kabupaten / kota menunjuk paling sedikit  1 (satu ) sekolah dasar , dan   1  ( satu )  sekolah menengah  pertama pada setiap kecamatan dan 1(satu) satuan pendidikan  menengah  untuk menyelenggarakan pendidikan Inklusif , dan wajib menerima peserta didik sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat 1 (satu).
            (2) Satuan pendidikan yang ditunjuk oleh kabupaten / kota  dapat menerima peserta didik  sebnagaimana dimaksud  pasa 3 ayat 1 (satu ).
Pasal  6  :
            (1) Pemerintah kabupaten / kota menjamin terselenggaranya  pendidikan Inklusif sesuai dengan kebutuhan peserta didik .
(2) Pemerintah kabupaten / kota menjamin tersedianya  sumberdaya pendidikan Inklusif pada satuan pendidikan yang ditunjuk.
(3)  Pemerintah dan pemerintah provinsi membantu tersedianya sumberdaya pendidikan Inklusif.
Pasal 10  :
            (1) Pemerintah kabupaten / kota wajib menyediakan paling sedikit1 (saty ) orang guru     pembimbing khusus pada satuan pendidikan yang ditunjuk untuk  untuk  menyelenggarakan pendidikan  Inklusif.
(2) Satuuan pendidikan penyelenggara pendidikan Inklusif yang tidak ditunjuk oleh pemerintah kabupaten /kota wajib menyediakan  paling sedikit 1 (satu ) orang guru pembimbing  khusus.                                       
            (3) Pemerintah  kabupaten / kota wajib meningkatkan kompetensi di bidang  pendidikan khusus bagi pendidik dan tenaga kependidikan pada  satuan        pendidikan  penyelenggara  pendidikan inklusif.

Pasal  11  :
            (2) Pemerintah, pemerintah daerah dan / atau masyarakat dapat memberikan bantuan professional kepada satuan pendidikan penyelenggara  pendidkan  inklusif.
            (3) Bantuan professional sebagaimana dimaksud pada ayat (2 ) dapat dilakukan melalui kelompok kerja pendidikan inklusif, lembaga sumberdaya masyarakat dan lembaga mitra terkait , baik dari dalam negeri maupun luar negeri .
            (4 )  Jenis dukdungan :
                    - Bantuan profesinal perencanaan , pelaksanaan ,monitoring dan  evaluasi.           .                 
                   - Bantuan professional dalam penerimaan , identifikasi , asesmen , prevensi ,  
                     intervensi, kompensatoris, dan layanan advokasi peserta didik.
-Bantuan professional dalam melakukan pengembangan kurikulum,program   
 pendidikan  individual, pembelajaran, penilaian dan sumber  belajar serta    
 sarana dan prasarana.
 Kecenderungan  Pendidikan Luar Biasa ke Depan :
-          Pendidikan yang tiddak diskriminatf  dan menghargai  keanekaragaman.
-          Pendidikan yang tidak eskl;usif.
 Kondisi Pendidikan Luar Biasa  (Pendidikan Khusus ) Masa Depan :
-          Sekolah inklusif akan ada di setiap kecamatan ( SDLB dan SMPLB)  dan
Tingkat kabupaten / kopta  (SMALB ).
-          Dibutuhkan banyak tenaga guru PLB yang professional .
-          Dibutuhkan banyak bantuan  professional  dari kelompok kerja pendidkan  inklusif dan kelompok kerja  APPKhI.
Persyaratan Guru Berdasar UU No. 14  Tahun  2005  :
            1. Kualifikasi Akademik  S1 / D – IV.
            2. Memeilik kompetensi  :
                - Pedagogik, Profesional, Sosial,  dan Kepribadian.                      
            3. Memiliki Sertifikat Pendidik.
            4. Memiliki  NUPTK.
            5. Berasosiasi Profesi.
Yang harus dilakukan oleh  LPTK  Pendidikan  Luar Biasa  ( PLB ) :
            - Menyiapkan calon guru PLB yang professional , memiliki kompetensi
Sesuai Undang – undang Nomor 14  tahun 2005   tentan Guru dan Dosen  melalui  pendidikan akademik dan pendidikan profesi.
            - Meningkatkan input mahasiswa , termasuk bakat dan minat  sebagai guru.
            - Pembenahan kurikulum yang mengakomodasi trend Inklusi , memuat pengalaman belajar yang relevan dan terukur  dengan kompetensi utuh , yang dapat membangun  kepribadian pendidik dengan segala hard skill dan  soft skill.
            -Pemetaan kompetensi yang harus dikem bangkan melalui program pendidikan akademik dan kompetensi mana  yang dikembangkan / dpertajam melalui pendidikan profesi.
            - Peningkatan kualitas Sumbner Daya manusia (SDM )  melalui peningkatan jumlah desen  yang berkulifikasi  S2  / S3.
            - Penyiapan dosen bersertifikat kompetensi , guna menjamin  mutu pendidikan  akademik  strata  1  (S1 ) , dan Pendidikan Profesi Guru PLB ( PPG.PLB ).
            - Penyiapan dan penguatan dosen  yang memiliki daya saing global.
            - Memperbanyak pengalaman dosen di sekolah inklusif dan sekolah khusus   ( program PDS ).
            - Memberikan bantuan professional  kepada satuan pendidikan penyelenggara  pendidikan inklusif / pendidikan khusus , seperti tertuang pada  Peraturan Menteri Pendidikan Nasional  Nomor 70 Tahun  2009   pasal 11 (ayat  4 )
- Menyiapkan  dan memantapkan penjaminan mutu  internal , untuk pendidikan akademik  maupun pendidikan profesi.
            - Memantapkan  dan meningkatkan  sumber belajar dan pendudkung belajar yang lain.
            - Dan lain – lain.

Pengem bangan Pendidikan Luar Biasa  Melalui Institusi Pemerintah  :
            - Perlu dikaji kembali istilah Pendidikan Khusus – Pendidikan Layanan Khusus   (PK – PLK ).
            - Setiap provinsi yang belum memiliki Sub Din  PLB/PKh   seharusnya memasukan program-program yang menjamin / membina Inklusi  pada semua  SubDin yang ada.
            - setiap kabupaten / kota sebaiknya ada Kasi PLB/PKh  yang menjamin / membina  Inklusi di wilayahnya.
Peranan Perguruan Tinggi :
-          Intensifkan konsorsium  PLB ( tentang issue  - issue nasional  kebutuhan bersama  ).
-          Mata kuliah Pendidikan  Inklusif  di Pendidikan Luar Biasa  (2-4 SKS ).
-          Mata Kuliah Pendidikan Inklusif  LPTK ( semua jurusan  ).
-          Diklat sertifikasi calon guru pendamping  sekolah Inklusif (bebrapa SKS)
-          Jurnal penelitian Pendidikan inklusif.
-          Kajian lapangan / penelitian.
PERSPEKTIF PENDIDIKAN  TUNA RUNGU
DI    I  N  D O  N  E  S  I  A
Oleh  : Dr. Br . Bambang  Nugroho , MPd

Permasalahan  Penyandang Tuna Rungu :
-          Karena ketuna runguannya , dia tidak mengalami masa perolehan bahasa
dari lingkungan  yang berbahasa.
-          Bahasanya tidak dapat  berkekmbang , dan miskin akan bahasa.
-          Mengalami masalah dalam komunikasi , belajar / pendidikannya.
-          Tertinggal dalam segala aspek kehidupan .
Tuna Rungu tidak menguasai bahasa artinya :
-          Tidak mengenal  lambang bahasa  yang digunakan  lingkungan ( tidak
              mengerti  kode / nama ) guna mewakili  benda , peristiwa , kegiatan , dan perasaan .
-          Tidak memahami peraturan / system bahasa  yang berlaku di lingkungan
-          Tidak menguasai media komunikasi  dalam bahasa, yaitu tidak  bisa bicara, menyimak  , belum bisa menulis , membaca (cara komunikasi bahasa  yang lazim ).
Untuk mengatasi problem dari Tuna Rungu  :
-          Memberikan kemampuan berbahasa.
-          Memberikan keterampilan cara-cara  berkomunikasi.
Harapan Orang tua  dan Masyarakat terhadap hasil Pendidikan  anak tuna
rungu :
-          Anak tuna rungu mampu berkomunikasi dan berbahasa.
-          Sangat diharapkan jika mampu berbahasa lisan (oral ).
Dari harapan Orang tua dan Masyarakat terhadap hasil pendidikan  bagi anak Tuna Rungu , timbul pertanyaan  yang sangat  mendasar yakni : “ mampukah semua lembaga pendidikan bagi anak tuna rungu  memenuhi harapan masyarakat tersebut ?
Dari pertanyaan di atas  sementara  terjawab  seperti  di bawah ini , yakni tentang  keadaan  Lembaga Pendidikan Anak Tuna Rungu  di Indonesia  yang masih sangat perlu banyak pembenahan.
Keadaan Lembaga Pendidikan Anak Tuna Rungu di Indonesia :
            * Belum  semua lembaga Pendidikan Tuna rungu  dapat menghantarkan tuna rungu  sejajar dengan masyarakat lainnya, hal ini dapat dilihat   dari  masih rendahnya kualitas bahasa  dan komunikasi tuna rungu .
            * Perlunya penggunaan strategi pendekatan yang tepat dalam pendidikan bagi Tuna rungu  , baik dalam pendekatan pemerolehan  bahasa  dan  pendekatan dalam komunikasi.

Pendidikan Bagi  Siswa Tuna Rungu yang  Ideal  :
-          Terselenggaranya asesmen dan layanan  dini .
-          Seleksi dan penempatan siswa yang ketat dan tepat.
-          Guru yang kompeten .
-          Suasana belajar “bercakap “  (learning climate ) yang kondusif.
-          Terlaksananya  BKPBI ( BPBI, Bina Wicara dan Bina Isyarat ).
-          Tersedia dan digunakannya  peralatan elektronik penunjang KBM.
-          Dilaksanakannya bimbingan / intervensi  dini .
-          Adanya program bimbingan bagi orang tua .
-          Lembaga pendidikan yangn terus –menerus  melakukkan “continuous  improvement “
-          Memiliki system manajemen  yang handal.
















  
 PENDEKATAN  PENELITIAN  DALAM  BIDANG
PENDIDKAN  LUAR  BIASA
“ Single Subject Research  in Special Education “

Oleh  : Drs.  Juang Sunanto , Ph.D
 PLB. FIP UPI  Bandung.

            Dalam pendidikan luar biasa , sering kali  mahasiswa, guru ,dan dosen  mengalami kesulitan ketika melakukan penelitian  dengan eksperimen .Kesullitan tersebut mislnya  jumlah sample  yang  kecil , sehingga tidak dapat memenuhi persyaratan ststistik inferensial  seperti  normalitas dan homoginitas.

            Penelitian dengan subjek tunggal menjadi alternatif  untuk mengatasi kesulitan tersebut. Dalam penelitian  subjek tunggal  merupakan  penelitian  eksperimen  yang dapat menggunakan satu subjek, meskipun  demikian  penelitan  tersebut bukan berarti  eksperimen  yang menggunakan satu
Orang subjek saja . Dalam penelitian subjek tunggal subjeknya bersifat tunggal , bisa satu orang  , dua orang atau lebih. Nama subjek tunggal  juga diambil dari cara penyajian  dan analisis  datanya yang didasarkan atas data individu.

            Penelitian subjek tunggal merupakan salah satu penelitian eksperimen  yang banyak digunakan dalam kegiatan modifikasi perilaku   (behavior modification ) yang didasarkan pada psikologi behaviorisme.

Apakah  perilaku itu ?
Untuk  memahaminya  pertama-tama  adalah  konsep perilaku (behavior ).
Dalam  percakapan sehari –hari  ada beberapa istilah yang disamakan  dengan
perilaku  yaitu  aktivitas, aksi, kinerja, respon, dan reaksi.

Secara umum  perilaku didefinisikan  sebagai suatu  yang dikatakan atau
dilakukan  oleh seseorang  ( Marthi and  Pear , 1993 ).
Berdasarkan perilaku yang dapat diamati orang lain  dibedakan menjadi  2 ( dua) 
Yaitu perilaku yang teramati secara langsung  disebut  Overt behavior , misalnya
Berjalan, berbicara, melempar bola, memandang seseorang dll, sedang  perilaku
Yang tidak dapat diamati secara langsung oleh orang lain    disebut    c o v e r t              behavior, misalnya  berpikir (thinking ), merasa  (feeling ). Perilaku  overt maupun  covert , keduanya dapat diubah dengan tehnik-tehnik  modifikasi perilaku.
            Dalam penelitian dengan subyek tunggal , perilaku sebagai subjek terikat  dapat  diobservasi atau diukur dari dimensi :
 1. Frekuensi / Rate  menunjukkan berapa kali suatu perilaku dalam waktu tertentu .  Contoh , Ali melakukan tantrum sebanyak 5 kali selama 1 jam.
 2. Durasi menunjukkan  berapa lama suatu perilaku terjadi .  Contoh  : Badu duduk di bangku selama 30 menit , Ali mengerjakan soal matematika 20 menit, Joko melakukan tantrum selama 45 menit.
 3. Latensi  menunjukkan waktu yang diperlukan seseorang  untuk melakukan perilaku tertentu  ( behavior )  setelah mendapat stimulus. Contohnya : berapa menit Ani berhenti melakukan tantrum setelah  gurunya meminta dia untuk berhenti dengan mengatakan  “ Ani jangan marah , mari kita bermain .”
 4. Magnitude atau Force menunjukkan  kualitas seberapa kuat suatu perilaku dilakukan. Magnitude atau Force ini biasanya diperoleh dengan cara mengukur.
Contohnya , Tono berteriak  hingga suaranya terdengar dari jarak  100 meter.

Sistem Pencatatan Data
Secara garis besar , prosedur pencatatan data dapat dilakukan melalui  :
 1. Pencatatan dengan produk permanent,  pencatatan  dengan cara ini  adalah pencatatan data yang didasarkan pada sesuatu yang  dihasilkan dari suatu perilaku tertentu. Misalnya  seorang peneliti atau guru menyuruh  siswa menyelesaikan soal matematika yang dikerjakan di lembar jawaban .Guru  dapat
mencatat persentase jawaban yang benar ( percent correct  response ) dari lembar jawaban tersebut. Lembar jawaban tersebut yang disebut sebagai produk
permanen  dalam hal ini.
 2. Pencatatan dengan  Observasi Langsung.
Pencatatan dengan cara ini  merupakan kegiatan observasi secara langsung terhadap suatu perilaku , hal ini merupakan dasar utama pengukuran dalam penelitian subjek tunggal. Pencatatan cara ini dapat  dilakukan untuk mencatat frekuensi  terjadinya suatu perilaku.

Pencatatan dengan Interval , ini merupakan variasi  pencatatan frekuensi suatu
perilaku dengan cara membagi waktu pengamatannya ke dalam interval waktu tertentu , misalnya peneliti mengamti perilaku meninggalkan pekerjaan  (0ff-task ) selama 15 menit , setiap menitnya dibagi dalam interval `10 detik.

Kemudian  penamatan dilakuklan untuk interval waktu setiap 10 detik, dan diberi tanda  (+) jika off – task  terjadi , dan tanda  (- )  on – task  terjadi.
 Pencatatan dengan Sampling Waktu , hal ini hampir sama dengan pencatatan
Interval , keduanya dilakukan untuk mencatat frekuensi suatu perilaku dalam interval  waktu tertentu . Bedanya  pada Sampling Waktu periode interval waktunya lebih panjang, dan pencatatan dilakukan pada akhir dari setiap interval.

 DISAIN
                        Disain penelitian pada eksperimen subjek tunggal secara garis besar ada 2 (dua ) katagori yaitu  (1) Disain Reversal (dengan pengulangan ) yang  terdiri dari  empat macam  yaitu  : (a) Disain  A-B ,  (b) Disain  A-B-A , (c) Disain  A-B-A-B (De Mario  dan Crowley , 1994 ) . Dan (2) Disain  Multi Baseline , yang terdiri dari :  (a) Multiple baseline Cross conditions, (b) Multiple
Baseline  cross variables, dan ( c )  Multiple baseline cross subjects  (Johnson , dkk , 2005 ).

ANALISIS DATA.
            Disain penelitian eksperimen subjek tunggal  prosedurnya dilakukan dengan  logika baseline (baseline  logic), artinya  ada tidaknya pengaruh intervensi terhadap perubahan target  behavior dilihat dari perubahan perilaku pada fase baseline dibandingkan dengan fase interval.
            Data penelitian  dengan  disain ini  disajikan dengan grafik Poligon
Dan grafi  Batang. Grafik Poligon untuk  untuk menunjukkan perubahan perubahan data untuk setiap sesinya, sedang grafik  Batang  digun akan untuk menunjukkan skor rata-rata data  pada fase baseline dan fase interval.
            Pada kegiatan Analisis ada bebrapa komponen penting yang harus dianalisis , yaitu  (1) stabilitas data , (2 )kecenderungan arah data, (3) tingkat perubahan data,  (4) rata-rata untuksetiap kondisi (baseline dan interval ),dan(5 ) data yang overlapping .





EVALUASI  TERHADAP  KEBIJAKAN  DAN  IMPLEMENTASI  PENDIDIKAN  UNTUK 
ANAK  BERKEBUTUHAN  KHUSUS
DI    I  N  D  O  N  E  S  I  A
 Thema :“ Perkembangan terkini dalam Pendidian  Anak  berkebutuhan Khusus  di  Dunia  dan Indonesia  dalam kaitannya  dengan Education Fore All .”

Oleh : Drs. Mulyono , MPd
 Ketua Pengda  APPKhI Provinsi Jawa tengah

Pendidikan adalah hak manusia yang paling fundamental Pendidikan  merupakan kunci  untuk mencapai keberhasilan pelaksanaan pembangunan serta membawa perdamaian dan kestabilan interaksi antar Negara
            Menyadari  hal tersebut maka pada Pembukaan  UUD 1945 mengamanatkan , bahwa salah satu tujuan kemerdekaan  adalah  untuk mencerdaskan  kehidupan bangsa . Hal ini dipertegas  dalam Batang Tubuh UUD 1945  pasal 31 , yang menyatakan bahwa  “ Setiap warga Negara  berhak memperoleh pendidikan “.  Pernyataan sebagaimana tersebut di atas  memberikan isyarat  bahwa  betapa pentingnya  pendidikan bagi  kehidupan  manusia  di dunia ini .
            Amanat tersebut memberikan penegasan , bahwa pendidikan harus diberikan  kepada semua warga yang membutuhkan tanpa terkecuali , termasuk di dalamnya  Layanan Pendidikan  bagi  anak berkebutuhan khusus (warga negara  yang memiliki  kelainan fisik, mental, emosional, intelektual, dan atau sosial ).

 LANDASAN YURIDIS
 1. UUD 1945 (Amandemen ).
 Pasal 31  ayat (1)  : “ Setiap warga Negara  berhak memperoleh pendidikan  “.
 Ayat (2) : “ Setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar , dan pemerintah wajib membiayainya”.
2. Undang –undangNO.20 Tahun 2003Tentang Sistem Pendidikan Nasional
 -UU No. 23  Tahun 2003,  Sistem Pendidikan Nasional  ,  pasal  : 3,  pasal 5
  Dan  pasal 32.
 3. UU  NO. 23  Tahun  2002 , tentang  Perlindungan Anak : Pasal 48 ,  dan
 pasal 49.

 Permasalahan  anak berkebutuhan khusus di Indonesia  :
 - Jumlah anak berkebutuhan  khusus sangat banyak ,  dan keberadaannya
    menyebar di seluruh daerah.
 - Sebagian besar  anak berkebutuhan  khusus  (ABK ) belum  mendapatkan layanan pendidikan.
 - Sekolah Luar Biasa  (SLB ) jumlahnya masih sangat terbatas , dan keberadaannya  di  ibukota  kabupaten / kota.
 - Penyelenggaraan  layanan pendidikan bagi ABK  belum berjalan  efektid dan efisien.
 - Sumber daya pendukung  penyelenggaraan pendidikan  bagi ABK  masih sangat terbatas.
 - ABK  yang telah lulus sekolah  rata-rata belum mampu  berinteraksi  sosial serta  belum mempunyai kompetensi  yang bisa mengisi  lapangan kerja yang tersedia.

Data Penyandang Cacat  di Indonesia  yang  sudah bersekolah .
 Berdasarkan data  sensus tahun tahun  2003 , pendang cacat  di Indonesia sebanyak  1,48 juta  ( 0,7 %  dari jumlah penduduk Indonensia ).
 Dari  jumlah penyandang  cacat  1,48  juta ,  jumlah usia sekolah  (5 –18 tahun )
ada 21, 42 %  ( =  317.016  orang )   yang sudah bersekolah ada 66.610  orang
atau  21,01 %  dengan perincian  sebagai berikut :
-          Bersekolah di  TKLB  =   8.011  anak.
-          Bersekolah  di SDLB. = 44.849  anak.
-          Bersekolah  di  SMPLB.= 9.395  anak.
-          Dan bersekolah di SMLB =  4.355 0rang.
 (Sumber  : SIM  Dit . PSLB  Tahun 2005  dalam Pendidikan  Khusus  dan Pendidikan Layanan Khusus ).
 Pembinaan  Sekolah Luar Biasa  pada Departemen Pendidikan Nasional  oleh  Direktorat Pembinaan  Sekolah Luar Biasa .
 Berdasarkan  Peraturan Pemerintah  (PP )  No. 38  dan No. 41  Tahun 2007  seluruh  urusan Pendidikan menjadi kewenangan Pemerintah Kabupaten / Kota , kecuali  Sekolah Bertarap Internasional. Tak terkecuali  Pendidikan  Luar Biasa.
Yang menjadi masalah  adalah, bahwa  kebanyakan Pemerintah Kabupaten / Kota belum mampu dan / atau   belum  sepenuh hati menerima  kewenangan  penyelenggaraan  Pendidikan Luar Biasa ini. Implikasinya adalah pengelolaan  Sekolah  Luar biasa  (SLB ) dan Se kolah Formal Normal, baik SD, SMP, maupun  SMU/SMK yang memberikan layanan pendidikan  bagi Anak Berkebutuhan Khusus  melalui program Inklusi menjadi kurang optimal.
            Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa  pada Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah  Departemen Pendidikan Nasional Yang telah berkembang kewenangannya dari hanya mengurusi Anak-anak devabel bertambah urusan  penanganan  Pendidikan  Khusus dan  Pendidikan  Layanan  Khusus  juga berimplikasi pada “ tingkat konsentrasi penanganan Anak Devabel  menjadi berkurang “.
            Anggaran Penyelenggaraan Pendidikan Luar Biasa  dari APBN yang dikelola  Direktorat Pembinaan Sekolah  Luar Biasa juga  masih sangat kecil , bila dibanding  dengan Anggaran Pendidikan secara umum .

Kondisis Umum Implementasi  Pendidikan Untuk Anak  Berkebutuhan Khusus.
            Berdasarkan pemantauan di lapangan  dapat dikatakan, bahwa kondisi Penyelenggaraan Pendidikan  untuk  Anak Berkebutuhan Khusus  , baik yang di Segregasi  (SLB ) maupun  sekolah Inklusi  (SD, SMP, SMU/SMK ) masih jauh jauh di bawah  Standart Pelayanan Minimal (SPM) di bidang pendidikan.
Secara rinci  keadaan tersebut , sebagai berikut :
Aspek Sarana dan Prasarana  sekolah  :
            1. Ruang Kelas Rombongan belajar  di sebagian besar SLB, masih berupa bilik-bilik     
               kecil dengan kondisi seadanya.
            2. Ruang Vokasional / Keterampilan   di sebagian besar SLB  tidak didukung  
               peralatan  yang memadai, serta ketersedian  bahan  baku .
            3. Ruang Perpustakaan. Sebagian besar SLB tidak memiliki perpustakaan,yang punya  
               perpustakaan sederhana kurang diberdayakan.
           4.Lingkungan sekolah dan sarana pendukung layanan pendidikan pada   Sekolah
              Inklusi belum memadai dan aksesibel untuk  anak  berkebutuhan khusus  (ABK ).

Aspek Sumber daya manusia Pendidikan :
            1. Kompetensi Guru SLB di bidang keterampilan masih sangat terbatas, Sehingga   
               program pelatihan  keterampilan  yang diberikan   kepada Anak  hanya merupakan
               keterampilan dasar tidak bervariasi dan tidak  Aptudit.
            2. Kemampuan administrasi Kepala SLB masih belum memadai, sehinggaPengelolaan  
                administrasi sangat lemah dan cenderung kurang tertib.
            3. Kompetensi Guru Sekolah Inklusi di bidang  Pendidikan Luar Biasa Masih rendah ,
                sehingga  belum mampu  memberikan layanan pendidikan  pendidikan  yang   
                bermutu pada setiap ABK.

Aspek Kurikulum :
Dalam  rangka peningkatan relevansi  pendidikan  dengan kebutuhan masyarakat, serta efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan pendidikan ,maka.Pemerintah  menetapkan kebijakan perubahan  kurikulum dari  sentralistik  menjadi kurikulum  Tingkat Satuan Pendidikan dengan nuansa Kurikulum  Berbasis Kompetensi , kearifan local,dan lingkungan  menjadi  alat pembelajaran  utama. Tetapi pada kenyataannya, rata-rata kurikulum yang disusun  oleh Satuan Pendidikan (sekolah ) belum menunjukkan potensi dan kearifan local. Sehingga tingkat relefansi pendidikan dengan kebutuhan masyarakat  belum cukup signifikan.  
  
Aspek Anggaran Pendidikan.
Sebagian besar Kelompok Masyarakat (Yayasan ) penyelenggara Sekolah Luar Biasa  (SLB )  kurang kuat dari segi keuangan . Hal ini mengakibatkan  pada penyelenggaraan sekolah tersebut jauh di bawah Standart Pelayanan Minimal     (SPM ) yang telah ditetapkan.



PENYELENGGARAAN  PROGRAM  AKSELERASI
S M A  N E G E R I   S U R A K A R T A
Oleh : Koesmanto , S.Pd .  M.Pd
 Koordinator Program Akselerasi  SMA  3  Surakarta
 I. Pendahuluan.
Program Akselerasi merupakan layanan pendidikan bagi peserta didik berkeburtuhan  khusus, dalam hal ini peserta didik yang memiliki  tingkat kecerdasan yang lebih tinggi , yang telah dijelaskan  dalam pasal-pasal  pada Undang –undang No .20  tahun 2003.
 II.Tata  Cara Penjaringan dan Penyaringan Peserta  Didik Program Akselerasi  di SMA Negeri 3 Surakarta  :
 A. Persyaratan Pendaftaran .
Dalam  menjaring siswa baru dilaksanakan lebih awal , dari siswa baru  regular , hal ini dimaksudkan  :
            1. Program akselerasi tidak mengikuti kuota  calon dari luar kota atau Calon dari   
               dalam kota., tetapi didasarkan pada criteria yang ditetapkan oleh sekolah.
            2. Proses penyaringan melalui beberapa tahap, maka diperlukan waktu yg cukup lama,
                agar tidak keliru dalam penetapannya.
 B. Penyaringan .
Dalam buku pedoman  penyelenggaraan  Pendidikan  Untuk Peserta Didik  Berkecerdasan Istimewa  (Program Akselerasi ) disebutkan, bahwa  tahapan  seleksi untuk peserta didik akselerasi adalah :
            1. Seleksi administrasi meliputi  : hasil ujian nasional  sebelumnya dengan nilai  rata-   
                rata  8,0 atau lebih, tes kemampuan akademik dengan nilai rata-rata 8,0 .
            2. Psikologi meliputi :  kemampuan intelektual  (IQ )  =  130, kreativitas (CQ ) diatas
               rata-rata (baik ), kesehatan  fisik dari surat keterangan  dokter, pernyataan  tertulis    
               dari calon peserta didik dan orang tua  calon.
 III. Program Pembelajaran dan Pembinaan Kesiswaan.
 A. Kurikulum yang dikembangkan.
Kurikulum yang dikembangkan untuk program Akselerasi adalah  kurikulum  KTSP dan terdapat eskalasi , yaitu dikembangkan  sampai analisa,sintesa,dan  evaluasi.
 B.  Program Pengembangan Wawasan Keilmuan .
Program ini diberikan kepada siswa pada semester 1,2, dan  3  berupa :
1.Eksplorasi Pustaka : anak diberi topic yang berkaitan  dengan mata   pelajaran     
   MIPA  dan siswa mengeksplorasi  di perpustakaan atau internet ,  dan kemudian ditulis dalam bentuk maklalah untuk dipresentasikan  di  depan siswa lain.
2. Studi Outdoor  : siswa melakukan praktikum di Laboratorium (Fisika )  UNS  
    Surakarta .
3. Ceramah ilmiah  : mengundang Pakar ( LIPI ).
4. Riset sederhana di bidang sosial  ( ekonomi, sosial, ketetenegaraan ).
5. Studi wisata , dilakukan di Jakarta dengan obyek  anatara lain :
     a. Lembaga Negara : DPR, KPK, Kejagung .
     b. Universitas ( UI, Untar ).
     c. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI ).
6. Outbond .
7. Pelatihan-pelatihan  OSN.
8. Pembelajaran Bilingual ( untuk  Mapel  Matematika dan Fisika ).

 C. Program Pendampingan.

 1. Pendampingan Psikologis.
 Sekolah bekerja sama dengan lembaga Psikologi  untuk memberikan pendampingan siswa. Setiap setengah bulan sekali Psikolog melakukan konseling  baik perorangan maupun klasikal, untuk  kepentingan yang mendesak Konseling dapat dilakukan  lebih dari satu kali dalam setengah  bulan.
 2. Pendampingan MIPA.
 Untuk pembelajaran MIPA (khusus Mapel  Matematika dan Fisika ) , sekolah bekerjasama dengan UNS Surakarta  Fakultas MIPA , untuk melakukan  Pendampingan  pembelajaran bilingual  oleh Dosen .

  Data hasil lulusan  Program Akselerasi  SMA Negeri 3 Surakarta  Dari  Tahun  2005  sampai dengan  2009 :
·        Angkatan I  tahun lulus  2004/2005 :
- Jumlah Peserta ujian  :  59 siswa
-Jumlah siswa yang lulus : 59  siswa.
·        Angkatan II tahun lulus 2005 / 2006 :
- Jumlah peserta ujian  : 53 siswa
- Jumlah siswa yang lulus : 53 siswa.
·        Angkata III tahun lulus  2006 / 2007 :
- Jumlah peserta ujian :  51 siswa
- Jumlah siswa yang lulus :  51 siswa.
·        Angkatan IV  tahun lulus 2007 / 2008 :
- Jumlah peserta ujian  : 48 siswa.
- Jumlah siswa yang lulus : 48 siswa.
·        Angkatan V tahun lulus  2008 / 2009 :
- Jumlah peserta ujian : 41 siswa.
- Jumlah siswa yang lulus : 41 siswa.
Dari data peserta ujian  peserta didik akselerari  angkatan I  sampai  V , tahun 2005 sampai tahun 2009 ,  mereka  lulus 100 % , dan  mereka  dapat memasuki Perguruan Tinggi  Negeri  dengan  pemilihan jurusan  yang   bergensi, dan bahkan dari mereka ada yang melanjutkan  kuliahnya ke luar negeri .Dan dari  peserta didik akselerasi  juga  berprestasi , dapat menjuarai Lomba  Akademik, baik tingkat  kotamadya, provinsi, dan bahkan tingkat Nasional.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LOMBA LKSN 2021