PENGEMBANGAN PENDIDIKAN
LUAR BIASA
DI
I N D O N E S I A
Oleh : Prof. Dr. Ravik Karsidi, MS
Guru Besar Program Studi Pendidikan Luar Biasa , FKIP UNS Surakarta.
Bertitik tolak pada Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional nomor
70 Tahun 2009 , Tanggal 5 Oktober 2009 tentang
:” Pendidikan bagi peserta didik yang memiliki kelinan dan prestasi kecerdasan dan / atau bakat istimewa
“
Beberapa pasal dari PERMENDIKNAS
NO. 70 Tahun 2009
yang mengarahkan pengembangan
Pendidikan Luar Biasa (PKh ) :
Pasal
4 :
(1)
Pemerintah kabupaten / kota menunjuk paling sedikit 1 (satu ) sekolah dasar , dan 1 (
satu ) sekolah menengah pertama pada setiap kecamatan dan 1(satu)
satuan pendidikan menengah untuk menyelenggarakan pendidikan Inklusif ,
dan wajib menerima peserta didik sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat 1
(satu).
(2)
Satuan pendidikan yang ditunjuk oleh kabupaten / kota dapat menerima peserta didik sebnagaimana dimaksud pasa 3 ayat 1 (satu ).
Pasal
6 :
(1)
Pemerintah kabupaten / kota menjamin terselenggaranya pendidikan Inklusif sesuai dengan kebutuhan
peserta didik .
(2) Pemerintah kabupaten /
kota menjamin tersedianya sumberdaya
pendidikan Inklusif pada satuan pendidikan yang ditunjuk.
(3) Pemerintah dan pemerintah provinsi membantu
tersedianya sumberdaya pendidikan Inklusif.
Pasal 10 :
(1)
Pemerintah kabupaten / kota wajib menyediakan paling sedikit1 (saty ) orang
guru pembimbing khusus pada satuan pendidikan
yang ditunjuk untuk untuk menyelenggarakan pendidikan Inklusif.
(2) Satuuan pendidikan
penyelenggara pendidikan Inklusif yang tidak ditunjuk oleh pemerintah kabupaten
/kota wajib menyediakan paling sedikit 1
(satu ) orang guru pembimbing khusus.
(3) Pemerintah
kabupaten / kota wajib meningkatkan kompetensi di bidang pendidikan khusus bagi pendidik dan tenaga
kependidikan pada satuan pendidikan
penyelenggara pendidikan
inklusif.
Pasal 11 :
(2) Pemerintah, pemerintah
daerah dan / atau masyarakat dapat memberikan bantuan professional kepada
satuan pendidikan penyelenggara
pendidkan inklusif.
(3) Bantuan professional
sebagaimana dimaksud pada ayat (2 ) dapat dilakukan melalui kelompok kerja pendidikan
inklusif, lembaga sumberdaya masyarakat dan lembaga mitra terkait , baik dari
dalam negeri maupun luar negeri .
(4 ) Jenis
dukdungan :
- Bantuan profesinal perencanaan ,
pelaksanaan ,monitoring dan evaluasi. .
- Bantuan
professional dalam penerimaan , identifikasi , asesmen , prevensi ,
intervensi,
kompensatoris, dan layanan advokasi peserta didik.
-Bantuan professional dalam melakukan pengembangan
kurikulum,program
pendidikan
individual, pembelajaran, penilaian dan sumber belajar serta
sarana dan
prasarana.
Kecenderungan
Pendidikan Luar Biasa ke Depan :
-
Pendidikan
yang tiddak diskriminatf dan
menghargai keanekaragaman.
-
Pendidikan
yang tidak eskl;usif.
Kondisi
Pendidikan Luar Biasa (Pendidikan Khusus
) Masa Depan :
-
Sekolah inklusif akan ada di
setiap kecamatan ( SDLB dan SMPLB) dan
Tingkat kabupaten / kopta
(SMALB ).
-
Dibutuhkan banyak tenaga guru
PLB yang professional .
-
Dibutuhkan banyak bantuan professional
dari kelompok kerja pendidkan
inklusif dan kelompok kerja
APPKhI.
Persyaratan Guru Berdasar UU No. 14 Tahun
2005 :
1. Kualifikasi Akademik S1 / D – IV.
2. Memeilik kompetensi :
- Pedagogik, Profesional, Sosial, dan Kepribadian.
3. Memiliki Sertifikat
Pendidik.
4. Memiliki NUPTK.
5. Berasosiasi
Profesi.
Yang harus dilakukan oleh LPTK
Pendidikan Luar Biasa ( PLB ) :
-
Menyiapkan calon
guru PLB yang professional , memiliki kompetensi
Sesuai Undang – undang Nomor 14
tahun 2005 tentan Guru dan
Dosen melalui pendidikan akademik dan pendidikan profesi.
-
Meningkatkan input mahasiswa , termasuk bakat dan minat sebagai guru.
- Pembenahan kurikulum
yang mengakomodasi trend Inklusi , memuat pengalaman belajar yang relevan dan
terukur dengan kompetensi utuh , yang
dapat membangun kepribadian pendidik
dengan segala hard skill dan soft skill.
-Pemetaan kompetensi
yang harus dikem bangkan melalui program pendidikan akademik dan kompetensi
mana yang dikembangkan / dpertajam
melalui pendidikan profesi.
- Peningkatan kualitas
Sumbner Daya manusia (SDM ) melalui
peningkatan jumlah desen yang
berkulifikasi S2 / S3.
- Penyiapan dosen
bersertifikat kompetensi , guna menjamin
mutu pendidikan akademik strata
1 (S1 ) , dan Pendidikan Profesi
Guru PLB ( PPG.PLB ).
- Penyiapan dan
penguatan dosen yang memiliki daya saing
global.
- Memperbanyak
pengalaman dosen di sekolah inklusif dan sekolah khusus ( program PDS ).
- Memberikan bantuan
professional kepada satuan pendidikan
penyelenggara pendidikan inklusif /
pendidikan khusus , seperti tertuang pada
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 70 Tahun 2009 pasal 11 (ayat 4 )
- Menyiapkan dan memantapkan
penjaminan mutu internal , untuk pendidikan
akademik maupun pendidikan profesi.
- Memantapkan dan meningkatkan sumber belajar dan pendudkung belajar yang
lain.
- Dan lain – lain.
Pengem bangan Pendidikan Luar Biasa Melalui Institusi Pemerintah :
- Perlu dikaji kembali
istilah Pendidikan Khusus – Pendidikan Layanan Khusus (PK – PLK ).
- Setiap provinsi yang
belum memiliki Sub Din PLB/PKh seharusnya memasukan program-program yang
menjamin / membina Inklusi pada semua SubDin yang ada.
- setiap kabupaten /
kota sebaiknya ada Kasi PLB/PKh yang
menjamin / membina Inklusi di
wilayahnya.
Peranan
Perguruan Tinggi :
-
Intensifkan konsorsium PLB ( tentang issue - issue nasional kebutuhan bersama ).
-
Mata
kuliah Pendidikan Inklusif di Pendidikan Luar Biasa (2-4 SKS ).
-
Mata
Kuliah Pendidikan Inklusif LPTK ( semua
jurusan ).
-
Diklat
sertifikasi calon guru pendamping
sekolah Inklusif (bebrapa SKS)
-
Jurnal penelitian Pendidikan
inklusif.
-
Kajian lapangan / penelitian.
PERSPEKTIF
PENDIDIKAN TUNA RUNGU
DI
I N D O
N E S
I A
Oleh : Dr. Br . Bambang Nugroho , MPd
Permasalahan Penyandang Tuna Rungu :
-
Karena ketuna runguannya , dia tidak mengalami masa perolehan bahasa
dari
lingkungan yang berbahasa.
-
Bahasanya tidak dapat berkekmbang , dan miskin akan bahasa.
-
Mengalami masalah dalam
komunikasi , belajar / pendidikannya.
-
Tertinggal
dalam segala aspek kehidupan .
Tuna Rungu tidak menguasai bahasa artinya :
-
Tidak
mengenal lambang bahasa yang digunakan lingkungan ( tidak
mengerti kode / nama ) guna mewakili benda , peristiwa , kegiatan , dan perasaan .
-
Tidak
memahami peraturan / system bahasa yang
berlaku di lingkungan
-
Tidak
menguasai media komunikasi dalam bahasa,
yaitu tidak bisa bicara, menyimak , belum bisa menulis , membaca (cara
komunikasi bahasa yang lazim ).
Untuk mengatasi
problem dari Tuna Rungu :
-
Memberikan kemampuan berbahasa.
-
Memberikan
keterampilan cara-cara berkomunikasi.
Harapan Orang tua dan Masyarakat
terhadap hasil Pendidikan anak tuna
rungu :
-
Anak tuna rungu mampu
berkomunikasi dan berbahasa.
-
Sangat diharapkan jika mampu
berbahasa lisan (oral ).
Dari harapan Orang
tua dan Masyarakat terhadap hasil pendidikan
bagi anak Tuna Rungu , timbul pertanyaan
yang sangat mendasar yakni : “
mampukah semua lembaga pendidikan bagi anak tuna rungu memenuhi harapan masyarakat tersebut ?
Dari pertanyaan di
atas sementara terjawab
seperti di bawah ini , yakni
tentang keadaan Lembaga Pendidikan Anak Tuna Rungu di Indonesia
yang masih sangat perlu banyak pembenahan.
Keadaan Lembaga Pendidikan Anak Tuna Rungu di Indonesia :
* Belum
semua lembaga Pendidikan Tuna rungu
dapat menghantarkan tuna rungu
sejajar dengan masyarakat lainnya, hal ini dapat dilihat dari masih
rendahnya kualitas bahasa dan komunikasi
tuna rungu .
* Perlunya penggunaan
strategi pendekatan yang tepat dalam pendidikan bagi Tuna rungu , baik dalam pendekatan pemerolehan bahasa
dan pendekatan dalam komunikasi.
Pendidikan Bagi Siswa Tuna Rungu yang Ideal
:
-
Terselenggaranya asesmen dan
layanan dini .
-
Seleksi dan penempatan siswa
yang ketat dan tepat.
-
Guru yang kompeten .
-
Suasana belajar “bercakap
“ (learning climate ) yang kondusif.
-
Terlaksananya BKPBI ( BPBI, Bina Wicara dan Bina Isyarat ).
-
Tersedia dan digunakannya peralatan elektronik penunjang KBM.
-
Dilaksanakannya bimbingan /
intervensi dini .
-
Adanya
program bimbingan bagi orang tua .
-
Lembaga
pendidikan yangn terus –menerus
melakukkan “continuous
improvement “
-
Memiliki
system manajemen yang handal.
PENDEKATAN
PENELITIAN DALAM BIDANG
PENDIDKAN
LUAR BIASA
“
Single Subject Research in Special
Education “
Oleh : Drs.
Juang Sunanto , Ph.D
PLB. FIP UPI
Bandung.
Dalam
pendidikan luar biasa , sering kali
mahasiswa, guru ,dan dosen
mengalami kesulitan ketika melakukan penelitian dengan eksperimen .Kesullitan tersebut
mislnya jumlah sample yang
kecil , sehingga tidak dapat memenuhi persyaratan ststistik
inferensial seperti normalitas dan homoginitas.
Penelitian dengan subjek tunggal
menjadi alternatif untuk mengatasi
kesulitan tersebut. Dalam penelitian
subjek tunggal merupakan penelitian
eksperimen yang dapat menggunakan
satu subjek, meskipun demikian penelitan
tersebut bukan berarti
eksperimen yang menggunakan satu
Orang subjek saja
. Dalam penelitian subjek tunggal subjeknya bersifat tunggal , bisa satu
orang , dua orang atau lebih. Nama
subjek tunggal juga diambil dari cara
penyajian dan analisis datanya yang didasarkan atas data individu.
Penelitian subjek tunggal merupakan
salah satu penelitian eksperimen yang
banyak digunakan dalam kegiatan modifikasi perilaku (behavior modification ) yang didasarkan
pada psikologi behaviorisme.
Apakah perilaku itu ?
Untuk memahaminya
pertama-tama adalah konsep perilaku (behavior ).
Dalam percakapan sehari –hari ada beberapa istilah yang disamakan dengan
perilaku yaitu
aktivitas, aksi, kinerja, respon, dan reaksi.
Secara umum perilaku didefinisikan sebagai suatu
yang dikatakan atau
dilakukan oleh seseorang ( Marthi and Pear , 1993 ).
Berdasarkan
perilaku yang dapat diamati orang lain
dibedakan menjadi 2 ( dua)
Yaitu perilaku
yang teramati secara langsung
disebut Overt behavior , misalnya
Berjalan, berbicara, melempar bola, memandang seseorang dll, sedang perilaku
Yang tidak dapat diamati secara langsung oleh orang lain disebut
c o v e r t behavior,
misalnya berpikir (thinking ),
merasa (feeling ). Perilaku overt maupun
covert , keduanya dapat diubah dengan tehnik-tehnik modifikasi perilaku.
Dalam penelitian dengan subyek tunggal , perilaku
sebagai subjek terikat dapat diobservasi atau diukur dari dimensi :
1. Frekuensi / Rate menunjukkan berapa kali suatu perilaku dalam
waktu tertentu . Contoh , Ali melakukan
tantrum sebanyak 5 kali selama 1 jam.
2. Durasi menunjukkan berapa lama suatu perilaku terjadi . Contoh
: Badu duduk di bangku selama 30 menit , Ali mengerjakan soal matematika
20 menit, Joko melakukan tantrum selama 45 menit.
3. Latensi menunjukkan
waktu yang diperlukan seseorang untuk
melakukan perilaku tertentu ( behavior
) setelah mendapat stimulus. Contohnya :
berapa menit Ani berhenti melakukan tantrum setelah gurunya meminta dia untuk berhenti dengan
mengatakan “ Ani jangan marah , mari
kita bermain .”
4. Magnitude atau Force menunjukkan kualitas seberapa kuat suatu perilaku
dilakukan. Magnitude atau Force ini biasanya diperoleh dengan cara mengukur.
Contohnya , Tono berteriak hingga
suaranya terdengar dari jarak 100 meter.
Sistem Pencatatan Data
Secara garis besar , prosedur pencatatan data dapat dilakukan
melalui :
1. Pencatatan dengan produk
permanent, pencatatan dengan cara ini adalah pencatatan data yang didasarkan pada
sesuatu yang dihasilkan dari suatu
perilaku tertentu. Misalnya seorang
peneliti atau guru menyuruh siswa
menyelesaikan soal matematika yang dikerjakan di lembar jawaban .Guru dapat
mencatat persentase jawaban yang benar ( percent correct response ) dari lembar jawaban tersebut.
Lembar jawaban tersebut yang disebut sebagai produk
permanen dalam hal ini.
2.
Pencatatan dengan Observasi Langsung.
Pencatatan dengan cara ini
merupakan kegiatan observasi secara langsung terhadap suatu perilaku ,
hal ini merupakan dasar utama pengukuran dalam penelitian subjek tunggal.
Pencatatan cara ini dapat dilakukan
untuk mencatat frekuensi terjadinya
suatu perilaku.
Pencatatan dengan Interval , ini merupakan variasi pencatatan frekuensi suatu
perilaku dengan cara membagi waktu pengamatannya ke dalam interval waktu
tertentu , misalnya peneliti mengamti perilaku meninggalkan pekerjaan (0ff-task ) selama 15 menit , setiap menitnya
dibagi dalam interval `10 detik.
Kemudian penamatan dilakuklan
untuk interval waktu setiap 10 detik, dan diberi tanda (+) jika off – task terjadi , dan tanda (- )
on – task terjadi.
Pencatatan dengan Sampling Waktu , hal ini hampir sama dengan pencatatan
Interval , keduanya dilakukan untuk mencatat frekuensi suatu perilaku dalam
interval waktu tertentu . Bedanya pada Sampling Waktu periode interval waktunya
lebih panjang, dan pencatatan dilakukan pada akhir dari setiap interval.
DISAIN
Disain
penelitian pada eksperimen subjek tunggal secara garis besar ada 2 (dua )
katagori yaitu (1) Disain Reversal
(dengan pengulangan ) yang terdiri dari empat macam
yaitu : (a) Disain A-B ,
(b) Disain A-B-A , (c)
Disain A-B-A-B (De Mario dan Crowley , 1994 ) . Dan (2) Disain Multi Baseline
, yang terdiri dari : (a) Multiple
baseline Cross conditions, (b) Multiple
Baseline cross variables, dan ( c ) Multiple baseline cross subjects (Johnson , dkk , 2005 ).
ANALISIS DATA.
Disain penelitian eksperimen subjek
tunggal prosedurnya dilakukan
dengan logika baseline (baseline logic), artinya ada tidaknya pengaruh intervensi terhadap
perubahan target behavior dilihat dari
perubahan perilaku pada fase baseline dibandingkan dengan fase interval.
Data penelitian dengan
disain ini disajikan dengan
grafik Poligon
Dan grafi Batang. Grafik Poligon untuk untuk menunjukkan perubahan perubahan data
untuk setiap sesinya, sedang grafik
Batang digun akan untuk
menunjukkan skor rata-rata data pada
fase baseline dan fase interval.
Pada kegiatan Analisis ada bebrapa
komponen penting yang harus dianalisis , yaitu
(1) stabilitas data , (2 )kecenderungan arah data, (3) tingkat perubahan
data, (4) rata-rata untuksetiap kondisi
(baseline dan interval ),dan(5 ) data yang overlapping .
EVALUASI TERHADAP KEBIJAKAN
DAN IMPLEMENTASI PENDIDIKAN
UNTUK
ANAK
BERKEBUTUHAN KHUSUS
DI
I N D
O N E
S I A
Thema :“
Perkembangan terkini dalam Pendidian
Anak berkebutuhan Khusus di
Dunia dan Indonesia dalam kaitannya dengan Education Fore All .”
Oleh :
Drs. Mulyono , MPd
Ketua Pengda
APPKhI Provinsi Jawa tengah
Pendidikan adalah hak manusia yang
paling fundamental Pendidikan merupakan
kunci untuk mencapai keberhasilan
pelaksanaan pembangunan serta membawa perdamaian dan kestabilan interaksi antar
Negara
Menyadari hal tersebut maka pada Pembukaan UUD 1945 mengamanatkan , bahwa salah satu
tujuan kemerdekaan adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa . Hal ini
dipertegas dalam Batang Tubuh UUD
1945 pasal 31 , yang menyatakan
bahwa “ Setiap warga Negara berhak memperoleh pendidikan “. Pernyataan sebagaimana tersebut di atas memberikan isyarat bahwa
betapa pentingnya pendidikan
bagi kehidupan manusia
di dunia ini .
Amanat tersebut
memberikan penegasan , bahwa pendidikan harus diberikan kepada semua warga yang membutuhkan tanpa
terkecuali , termasuk di dalamnya
Layanan Pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus (warga negara yang memiliki
kelainan fisik, mental, emosional, intelektual, dan atau sosial ).
LANDASAN YURIDIS
1. UUD
1945 (Amandemen ).
Pasal 31 ayat (1)
: “ Setiap warga Negara berhak
memperoleh pendidikan “.
Ayat (2) : “ Setiap warga Negara
wajib mengikuti pendidikan dasar , dan pemerintah wajib membiayainya”.
2. Undang –undangNO.20 Tahun 2003Tentang Sistem Pendidikan Nasional
-UU No. 23 Tahun 2003,
Sistem Pendidikan Nasional , pasal
: 3, pasal 5
Dan
pasal 32.
3. UU NO. 23
Tahun 2002 , tentang Perlindungan Anak : Pasal 48 , dan
pasal 49.
Permasalahan anak berkebutuhan khusus di Indonesia :
- Jumlah anak berkebutuhan khusus sangat banyak , dan keberadaannya
menyebar di seluruh daerah.
- Sebagian besar anak berkebutuhan khusus
(ABK ) belum mendapatkan layanan
pendidikan.
- Sekolah Luar Biasa (SLB ) jumlahnya masih sangat terbatas , dan
keberadaannya di ibukota
kabupaten / kota.
- Penyelenggaraan layanan pendidikan bagi ABK belum berjalan efektid dan efisien.
- Sumber daya pendukung penyelenggaraan pendidikan bagi ABK
masih sangat terbatas.
- ABK yang telah lulus sekolah rata-rata belum mampu berinteraksi
sosial serta belum mempunyai
kompetensi yang bisa mengisi lapangan kerja yang tersedia.
Data Penyandang Cacat di
Indonesia yang sudah bersekolah .
Berdasarkan data sensus tahun tahun 2003 , pendang cacat di Indonesia sebanyak 1,48 juta
( 0,7 % dari jumlah penduduk
Indonensia ).
Dari
jumlah penyandang cacat 1,48
juta , jumlah usia sekolah (5 –18 tahun )
ada 21, 42 % ( = 317.016
orang ) yang sudah bersekolah
ada 66.610 orang
atau 21,01 %
dengan perincian sebagai berikut
:
-
Bersekolah di TKLB
= 8.011 anak.
-
Bersekolah di SDLB. = 44.849 anak.
-
Bersekolah di
SMPLB.= 9.395 anak.
-
Dan bersekolah di SMLB = 4.355 0rang.
(Sumber
: SIM Dit . PSLB Tahun 2005
dalam Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus ).
Pembinaan
Sekolah Luar Biasa pada
Departemen Pendidikan Nasional oleh Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa .
Berdasarkan
Peraturan Pemerintah (PP ) No. 38
dan No. 41 Tahun 2007 seluruh
urusan Pendidikan menjadi kewenangan Pemerintah Kabupaten / Kota ,
kecuali Sekolah Bertarap Internasional.
Tak terkecuali Pendidikan Luar Biasa.
Yang menjadi
masalah adalah, bahwa kebanyakan Pemerintah Kabupaten / Kota belum mampu dan /
atau belum sepenuh hati menerima kewenangan
penyelenggaraan Pendidikan Luar
Biasa ini. Implikasinya adalah pengelolaan
Sekolah Luar biasa (SLB ) dan Se kolah Formal Normal, baik SD,
SMP, maupun SMU/SMK yang memberikan
layanan pendidikan bagi Anak
Berkebutuhan Khusus melalui program
Inklusi menjadi kurang optimal.
Direktorat Pembinaan Sekolah Luar
Biasa pada Direktorat Jenderal Manajemen
Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen
Pendidikan Nasional Yang telah berkembang kewenangannya dari hanya mengurusi
Anak-anak devabel bertambah urusan
penanganan Pendidikan Khusus dan
Pendidikan Layanan Khusus
juga berimplikasi pada “ tingkat konsentrasi penanganan Anak
Devabel menjadi berkurang “.
Anggaran Penyelenggaraan Pendidikan
Luar Biasa dari APBN yang dikelola Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa juga masih sangat kecil , bila dibanding dengan Anggaran Pendidikan secara umum .
Kondisis Umum Implementasi Pendidikan Untuk Anak Berkebutuhan Khusus.
Berdasarkan pemantauan di
lapangan dapat dikatakan, bahwa kondisi
Penyelenggaraan Pendidikan untuk Anak Berkebutuhan Khusus , baik yang di Segregasi (SLB ) maupun
sekolah Inklusi (SD, SMP, SMU/SMK
) masih jauh jauh di bawah Standart
Pelayanan Minimal (SPM) di bidang pendidikan.
Secara rinci keadaan tersebut , sebagai berikut :
Aspek Sarana dan Prasarana
sekolah :
1. Ruang Kelas Rombongan belajar di sebagian besar SLB, masih berupa bilik-bilik
kecil dengan kondisi
seadanya.
2. Ruang Vokasional /
Keterampilan di sebagian besar SLB tidak didukung
peralatan yang memadai, serta ketersedian bahan
baku .
3. Ruang Perpustakaan.
Sebagian besar SLB tidak memiliki perpustakaan,yang punya
perpustakaan sederhana
kurang diberdayakan.
4.Lingkungan sekolah dan
sarana pendukung layanan pendidikan pada
Sekolah
Inklusi belum memadai
dan aksesibel untuk anak berkebutuhan khusus (ABK ).
Aspek Sumber
daya manusia Pendidikan :
1. Kompetensi Guru SLB di bidang
keterampilan masih sangat terbatas, Sehingga
program pelatihan keterampilan
yang diberikan kepada Anak hanya merupakan
keterampilan dasar tidak
bervariasi dan tidak Aptudit.
2. Kemampuan administrasi Kepala SLB
masih belum memadai, sehinggaPengelolaan
administrasi sangat lemah dan
cenderung kurang tertib.
3. Kompetensi Guru Sekolah Inklusi
di bidang Pendidikan Luar Biasa Masih
rendah ,
sehingga belum mampu
memberikan layanan pendidikan
pendidikan yang
bermutu pada setiap ABK.
Aspek Kurikulum :
Dalam rangka peningkatan
relevansi pendidikan dengan kebutuhan masyarakat, serta
efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan pendidikan ,maka.Pemerintah menetapkan kebijakan perubahan kurikulum dari sentralistik
menjadi kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan dengan nuansa Kurikulum
Berbasis Kompetensi , kearifan local,dan lingkungan menjadi
alat pembelajaran utama. Tetapi
pada kenyataannya, rata-rata kurikulum yang disusun oleh Satuan Pendidikan (sekolah ) belum
menunjukkan potensi dan kearifan local. Sehingga tingkat relefansi pendidikan
dengan kebutuhan masyarakat belum cukup
signifikan.
Aspek Anggaran Pendidikan.
Sebagian besar Kelompok Masyarakat (Yayasan ) penyelenggara Sekolah
Luar Biasa (SLB ) kurang kuat dari segi keuangan . Hal ini
mengakibatkan pada penyelenggaraan
sekolah tersebut jauh di bawah Standart Pelayanan Minimal (SPM ) yang telah ditetapkan.
PENYELENGGARAAN PROGRAM AKSELERASI
S M A N E G E R I S U R A K A R T A
Oleh : Koesmanto , S.Pd . M.Pd
Koordinator Program Akselerasi SMA
3 Surakarta
I. Pendahuluan.
Program Akselerasi merupakan layanan pendidikan
bagi peserta didik berkeburtuhan khusus,
dalam hal ini peserta didik yang memiliki
tingkat kecerdasan yang lebih tinggi , yang telah dijelaskan dalam pasal-pasal pada Undang –undang No .20 tahun 2003.
II.Tata Cara Penjaringan dan Penyaringan Peserta Didik Program Akselerasi di SMA Negeri 3 Surakarta :
A. Persyaratan Pendaftaran .
Dalam menjaring siswa baru
dilaksanakan lebih awal , dari siswa baru
regular , hal ini dimaksudkan :
1. Program akselerasi tidak
mengikuti kuota calon dari luar kota
atau Calon dari
dalam kota., tetapi
didasarkan pada criteria yang ditetapkan oleh sekolah.
2. Proses penyaringan
melalui beberapa tahap, maka diperlukan waktu yg cukup lama,
agar tidak keliru
dalam penetapannya.
B. Penyaringan .
Dalam buku pedoman
penyelenggaraan Pendidikan Untuk Peserta Didik Berkecerdasan Istimewa (Program Akselerasi ) disebutkan, bahwa tahapan
seleksi untuk peserta didik akselerasi adalah :
1. Seleksi administrasi
meliputi : hasil ujian nasional sebelumnya dengan nilai rata-
rata 8,0 atau lebih, tes kemampuan akademik dengan
nilai rata-rata 8,0 .
2. Psikologi meliputi
: kemampuan intelektual (IQ )
= 130, kreativitas (CQ ) diatas
rata-rata (baik ),
kesehatan fisik dari surat
keterangan dokter, pernyataan tertulis
dari calon peserta
didik dan orang tua calon.
III. Program Pembelajaran dan Pembinaan Kesiswaan.
A. Kurikulum yang dikembangkan.
Kurikulum yang dikembangkan untuk program Akselerasi adalah kurikulum
KTSP dan terdapat eskalasi , yaitu dikembangkan sampai analisa,sintesa,dan evaluasi.
B.
Program Pengembangan Wawasan Keilmuan .
Program ini diberikan kepada siswa pada semester 1,2, dan 3
berupa :
1.Eksplorasi Pustaka : anak diberi topic yang
berkaitan dengan mata pelajaran
MIPA dan siswa mengeksplorasi di perpustakaan atau internet , dan kemudian ditulis dalam bentuk maklalah
untuk dipresentasikan di depan siswa lain.
2. Studi Outdoor
: siswa melakukan praktikum di Laboratorium (Fisika ) UNS
Surakarta .
3. Ceramah ilmiah
: mengundang Pakar ( LIPI ).
4. Riset sederhana di bidang sosial ( ekonomi, sosial, ketetenegaraan ).
5. Studi wisata , dilakukan di Jakarta dengan
obyek anatara lain :
a.
Lembaga Negara : DPR, KPK, Kejagung .
b.
Universitas ( UI, Untar ).
c.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI ).
6. Outbond .
7. Pelatihan-pelatihan OSN.
8. Pembelajaran Bilingual ( untuk Mapel
Matematika dan Fisika ).
C. Program Pendampingan.
1. Pendampingan Psikologis.
Sekolah bekerja sama dengan lembaga
Psikologi untuk memberikan pendampingan
siswa. Setiap setengah bulan sekali Psikolog melakukan konseling baik perorangan maupun klasikal, untuk kepentingan yang mendesak Konseling dapat
dilakukan lebih dari satu kali dalam
setengah bulan.
2. Pendampingan MIPA.
Untuk pembelajaran MIPA (khusus
Mapel Matematika dan Fisika ) , sekolah
bekerjasama dengan UNS Surakarta
Fakultas MIPA , untuk melakukan
Pendampingan pembelajaran
bilingual oleh Dosen .
Data hasil lulusan Program
Akselerasi SMA Negeri 3 Surakarta Dari
Tahun 2005 sampai dengan
2009 :
·
Angkatan I tahun lulus
2004/2005 :
- Jumlah Peserta ujian
: 59 siswa
-Jumlah siswa yang lulus : 59 siswa.
·
Angkatan II tahun lulus 2005 /
2006 :
- Jumlah peserta ujian
: 53 siswa
- Jumlah siswa yang lulus : 53 siswa.
·
Angkata III tahun lulus 2006 / 2007 :
- Jumlah peserta ujian :
51 siswa
- Jumlah siswa yang lulus : 51 siswa.
·
Angkatan IV tahun lulus 2007 / 2008 :
- Jumlah peserta ujian
: 48 siswa.
- Jumlah siswa yang lulus : 48 siswa.
·
Angkatan V tahun lulus 2008 / 2009 :
- Jumlah peserta ujian : 41 siswa.
- Jumlah siswa yang lulus : 41 siswa.
Dari data peserta
ujian peserta didik akselerari angkatan I
sampai V , tahun 2005 sampai
tahun 2009 , mereka lulus 100 % , dan mereka
dapat memasuki Perguruan Tinggi
Negeri dengan pemilihan jurusan yang
bergensi, dan bahkan dari mereka ada yang melanjutkan kuliahnya ke luar negeri .Dan dari peserta didik akselerasi juga
berprestasi , dapat menjuarai Lomba
Akademik, baik tingkat kotamadya,
provinsi, dan bahkan tingkat Nasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar