KESULITAN MEMBACA
Membaca merupakan aktifitas
auditif dan visual untuk
memperoleh makna dan simbul berupa
huruf atau kata . Aktifitas
membaca dua
proses yaitu : proses decoding yang dikebnal dengan
istilah membaca teknis , dan proses pemahaman .
Membaca
teknis adalah proses pemahaman atas hubungan antara huruf (grafim ) dengan
bunyi (morfim )atau menterjemahkan kata-kata tercetak menjadi bahasa lisan atau
sejenisnya.
PEROLEHAN BAHASA PADA
ANAK.
Ada 3 teori yang
menjelaskan perkembangan bahasa pada anak
, yaitu : model behaviorist , model
linguistik dan model kognitif.
1. Model Bihavioristik.
Inti model
Behavioristik adalah Language is afunction of reinforcement
Orang tua
mengajar anaknya berbicara dengan memberikan reinforce
ment /
penguatan (prinsip behaviorism ) terhadap tingkah laku verbal.
Dengan pemberian reinforcement ini anak belajar
memberi nama pada benda-benda secara tepat , sehingga anak mengetahui arti
kata-kata ,hal ini dapat terjadi karena setiap kali sianak berbuat kesalahan akan segera dibetulkan oleh orang tua atau
masyarakat melalui reinforcement yang efektif.
Penguasaan gramatika juga terjadi dengan cara yang sama. Menurut teori
ini anak- anak merupakan tabularasa .
2.
Model Linguistik.
Chomsky (dalam Jo Ann Brewer 1992 ) adalah tokoh yang
mengembangkan model Linguistik. Menurut
pendapatnya anak-anak dilahirkan sudah dilengkapi dengan
kemampuan untuk berbahasa. Melalui kontak dengan lingkungan social kemampuan
berbahasa tersebut akan tampak dalam perilaku berbahasa .
Menurut Chomsky seorang anak bukanlah tabularasa ,
melainkan
telah mempunyai faculty of Language ( Faculty = kemampuan untuk berkembang dan
untuk belajar ).
Faculty ini semata-mata hanya berupa
factor linguistik .
Faculty of language ini telah mengandung berbagai aturan bahasa, sehingga
anak tidak mengalami kesulitan dalam belajar bahasa. Faktor Linguistik bawaan
ini oleh Chomsky disebut Innate Mechanism
hal ini dibuktikan , bahwa anak-anak mempunyai cara dalam menyusun kalimat dengan aturannya
sendiri.
3.
Model Kognitif.
Kelompok ini
diwakili oleh Piaget, Bruner dan Vigosky
(dalam Jo Ann Brewer , 1992 ) Model ketiga ini adalah pandangan terbaru
mengenai perolehan bahasa pada
anak- anak ialah pandangan yang
disebut
Model Proses ( Process Models ) Atau
analis strategi (S. Marat , 1983 ), inti dari pendekatan Kognitif adalah suatu model positif untuk bahasa , yang
mencoba menjelaskan bagaimana bahasa itu
diproses secara kognitif, dan manifestasinya dalam tingkah laku. Model
Kognitif berusaha menghubungkan segi Performance dansegi competence , hal mana belum pernah diungkapkan hubungannya oleh kedua pendekatan terdahulu.
Hubungan
antara bahasa dan perkembangan kognitif ditinjau dari
perspektif psikolinguistik dewasa ini diterangkan sebagai berikut :
Bahwa
anak-anak dapat belajar bahasa memang berkat adanya hal-hal Inate , tetapi
hal-hal yang inate ini bukan a set
of edeas
seperti yang diungkapkan oleh
aliran rasionalis (Chomsky dan kawan-kawan), melainkan berupa kapasitas kognitif dan kapasitas untuk
belajar .
PENGAJARAN
BAHASA DALAM KURIKULUM.
Anak-anak yang mengalami
kesulitan membaca harus
ditangani sedini mungkin , sehingga masalahnya
tidak semakin membesar. Langkah
penanganan pada anak yang mengalami kesulitan membaca , meliputi tahap
assesment atau pengukuran dan treatment atau penanganan . Assesmen bertujuan untuk mengetahui secara pasti jenis masalah
yang dihadapi oleh anak Materi membaca
meliputi keterampilan membaca teknis dan
membaca pemahaman.
1.Membaca
Teknis.
Membaca Teknis adalah : proses decoding atau mengubah
simbol –
symbol tertulis berupa huruf atau kata menjadi
system bunyi atau yang sejenisnya.
Proses ini juga disebut pengenalan kata.
Dalam proses
membaca teknis ada beberapa keterampilan yang
diper
syaratkan . Keterampilan
pertama disebut konfigurasi yaitu
pengenalan secara global bentuk huruf atau kata.
Keterampilan kedua disebut analisis
konteks yaitu
memanfaatkan
kata-kata petunjuk lain di
sekitarnya untuk menerka makna suatu
kata. Analisis konteks ini dapat bersifat structural artinya memanfaat-
kan pengetahuan tata bahasa , atau bersifat
semantik artinya meman
faatkan
tentang arti kata.
Keterampilan
ketiga adalah penguasaan kosa kata
pandang (sigt
vocabulary
) yaitu kata-kata yang dapat dibaca dengan mudah oleh
anak tanpa
berpikir lagi. Untuk membantu anak yang berkesulitan membaca , guru dapat menyusun daftar kosa kata pandang diurut –
kan berdasarkan berdasarkan frekuensi penggunaannya.
Keterampilan keempat adalah analisis fonik : yaitu memahami
kaitan antara huruf dan bunyi pada
kata . Keterampilan ini meliputi
pengetahuan
tentang konsonan, vocal, konsonan ganda ,bunyi hidup, bunyi mati, bunyi
sempurna dan sebagainya.
Keterampilan kelima adalah analisis
structural yaitu pemahaman atas strutur bahasa ,
termasuk di sini misalnya pengertian
bahwa suku kata terdiri atas vocal dan
konsonan , berbagai imbuhan kata ,
dan maknanya, tanda baca, jenis kata
, kata majemuk , dsbnya.
Secara lebih operasional , proses
membaca teknis atau
pengenalan kata menuntut kemampuan
sebagai berikut :
a.Mengenal huruf kecil dan huruf
besar pada alphabet.
b. Mengucapkan bunyi (bukan nama ) huruf terdiri atas :
1). Konsonan tunggal ( b, d , h, k , ……)
2). Vokal (a, i , u
……………………..)
3). Konsonan ganda ( kr
, gr,
tr……………
4). Diftong (ai, au,
oi )
c.
Menggabungkan bunyi membentuk kata (
saya, ibu ) ;
d. Variasi bunyi ( / u / pada kata “
pukul “ , / o / pada kata “
toko “
dan “ pohon “ ).
e. Menerka kata menggunakan konteks
f. Menggunakan
analisis struktural untuk identifikasi kata
( kata
ulang, kata
majemuk, imbuhan ).
2. Membaca Pemahaman.
Membaca
pemahaman meliputi beberapa komponen :
Komponen pertama adalah pengembangan
kosa kata .
Penguasaan kosa kata sangat penting untuk
memahami
kata-kata yang dipakai oleh penulis.
Kegiatan pengembangan kosa kata yang dapat dilakukan , misalnya memberikan pengalaman yang
bermakna ( menyediakan buku-buku,
memperkenalkan dengan orang
baru atau lingkungan baru )
Komponen kedua disebut pemahaman
literal yaitu memahami dan mengingat informasi
secara tersurat pada wacana .
Keterampilan yang diperlukan pada pemahaman meliputi : mencari
pokok pikiran bacaan, beberapa informasi
rinci yang penting, urutan
kejadian,dan menjawab pertanyaan bacaan.
Komponen ketiga disebut pemahaman inferensial yaitu
menarik kesimpulan dari informasi
yang tersurat berdasrkan instuisi dan
pengalamannya. Istilah ini juga disebut pemahaman tersirat .
Beberapa aktivitas membaca misalnya
: mencari hubungan sebab akibat,
mengantisipasi lanjutan cerita.
Komponen keempat adalah membaca
kritis atau evaluatif yaitu membe-
kan penilaian materi wacana
berdasarkan pengalaman, pengetahuan,
dan kriterianya sendiri . Penilaian dimaksud
meliputi kecermatan,
akseptabilitas,
(dapat diterima ), harga dan kemungkinan terjadi.
Komponen terakhir (kelima ) adalah
apresiasi , menyangkut kepekaan
emosi, dan esstetik (seni ) anak
atas materi wacana.
Secara lebih operasional membaca
pemahaman menuntut kemampuan berikut
:
a. Mengingat pokok pikiran wacana tertulis.
b.Mengingat urutan kejadian atau pendapat.
c.Mencari jawaban atas pertanyaan rinci wacana tertulis.
d.Mengikuti petunjuk tertulis.
e.Mencari hubungan sebab akibat.
f.Membuat simpulan berdasarkan wacana tertulis.
g.Mengetahui kejanggalan isi wacana.
h.Mengenal materi factual ataufiktif.
i.Memanfaatkan daftar isi dan indeks
buku.
j.Membaca table,diagram, peta.
k.Memanfaatkan berbagai makna dari satu
kata.
PERKEMBANGAN KETERAM PILAN MEMBACA
Materi pengajaran
membaca tersusun secara herarkis
dari yang
paling sederhana ( kaitan huruf dengan bunyi ) sampai pada keterampilan yang paling kompleks
(membaca kritis ).
Keterampilan
membaca berkembang melalui beberapa tahap, yaitu
Tahap
pertumbuhan kesiapan membaca, tahap
awal belajar membaca, tahap perkembangan
keterampilan membaca, dan penyempurnaan keterampilan membaca.
1. Tahap Pertumbuhan Kesiapan Membaca.
Kesiapan
membaca merupakan kompetensi yang harus dikuasai ….
dikuasai
oleh oleh setiap anak untuk mulai belajar membaca.
Kompetensi
dimaksud misalnya : membedakan berbagai
bentuk bangun, warna , ukuran, arah dan sebagainya.
2. Tahap Awal Belajar membaca.
Biasanya pengajaran
membaca dimulai di kelas I SD, meskipun ada
anak
yang sudah dapat membaca sebelum
masuk SD, atau sebhaliknya ada anak yang
belum siap membaca meskipun sudah masuk kelas I SD. Pada awalnya belajar
membaca memang sulit, karena anak harus mencoba menerka banyak symbol / huruf.
Ada dua (2 ) jenis pengajaran membaca yanfg sering dipakai pada
tahap ini .
Pendekatan pertama menekankan pemahaman symbol
(code
emphasis ) , pada pengenalan ini
menekankan pengenalan
System
symbol (huruf ) bunyi sedini mungkin.
Pendekatan
kedua menekankan belajar membaca kata dan kalimat secara utuh
( meaning amphasis ) . Dengan membaca berbagai kata,
anak
diharapkan dapat mencari sendiri system
huruf bunyi yang
berlaku.
Pengajaran membaca pada awal
belajar membaca melipu-
puti dua tahap , membaca global ,
membaca unsur, dan membaca
tanpa membaca unsur- unsurnya .
Setelah memahami bentuk global
kata atau
kalimat , anak mulai melihat unsur yang membentuk kata
atau kalimat
itu.
3.Tahap
Perkembangan Keterampilan Membaca.
Tahap ini merupakan kelanjutan tahap membaca global
dan membaca
unsur, tahap ini juga disebut membaca
tanpa memikir –
kan unsure-unsurnya. Pada tahap ini anak mampu membaca lancar
tanpa perlu
lagi memperhatikan unsur-unsur setap
kata.
Pengajaran
membaca tahap ini dipusatkan pada pengembangan kosa
kata, keterampilan
memahami, dan memotivasi anak. Hal ini
perlu
dilakukan
terutama pada anak berkesulitan belajar,
karena jika
menyadari
ketinggalannya dari teman sebaya , kebanyakan anak berkesulitan membaca menjadi frustasi dan tidak mempunyai motive-
si belajar.
4. Tahap Penyempurnaan Keterampilan
Membaca.
Mulai kelas 4 SD , anak normal sudah merasakan nikmat-
nya membaca , kegiatan membaca tidak
lagi ditekankan pada teknik
membaca,tetapi sudah pada makna bacaan.
Tugas guru adalah mendorong dengan menyediakan atau menunjuk-
kan sumber bacaan di Perpustakaan,
yang perlu dilakukan guru
mengembangkankosa kata ,meningkatkan kemampuan pemahaman , dan secara periodik memantau
kemampuan analisis strukturaldan fo-
nik anak.
Anak berkesulitan membaca jarang mencapai tahap ini.
Pada tingkat
sekolah lanjut perlu dikembangkan
peningkatan pemahaman tinkat lanjut ( membaca kritis ).
ASESMEN
KESULITAN MEMBACA
Asesmen (pengukuran ) adalah
: proses pengukuran secara pasti jenis kesulitan
belajar yang dialami oleh anak , untuk keperluan diagnostik .
Banyak masalah membaca yang
dapat diamati pada anak
Berkesulitan
membaca . Berdasrkan hasil penelitian ,
jenis kesulitan
yang sering ditemukan antara
lain sebagai berikut :
1.Kesulitan mengidentifikasi kaitan
bunyi huruf . Tidak lancar atau
membuat kesalahan pada waktu membaca bersuara merupakan
gejala yang banyak ditemukan pada anak berkesulitan membaca.
2. Kebiasaan arah membaca yang salah
. Arah membaca tulisan latin
selalu dari kiri ke kanan , karena gangguan persepsi atau syaraf , banyak
anak berkesulitan belajar yang sulit mengendalikan arah mata
secara konsisten pada waktu membaca.
3.Kelemahan kemampuan pemahaman .
Banyak anak yang mengeja dapat membaca kalimat, namun tidak
mengerti makna kalimat , pada tingkat yang lebih
lanjut kelemahan
kemampuan
pemahaman terlihat pada gejala ketidakmampuan
mencari
informasi tertentu pada bacaan, m,embaca daftar isi, indeks,
memanfaatkan
table dsbnya.
4.Ketidakmampuan menyesuaikan
diri dengan jenis bacaan.
Ada berbagai jenis bacaan antara
lain : puisi, cerita fiktif , sejarah,
buku pelajaran, kamus dan lain-lain. Anak
berkesulitan membaca
Sering tidak melihat perbedaan tersebut .
5.Kelemahan dalam hal kecepatan
membaca.
Kecuali tingkat pemahaman
dikembangkan , anak juga dilatih
membaca cepat , tujuan akhirnya anak dapat membaca dengan cepat
Dengan tingkat pemahaman yang tinggi pula.
Untuk mengetahui secara pasti jenis
kesulitan yang dialami anak , ada dua
macam prosedur , yaitu asesmen formal ,
yang dilengkapi dengan petunjuk pelaksanaan tes ,kunci jawaban , cara
menafsirkan hasilnya , dan alternatif
penanganannya .
Namun di
Indonesia tes semacam itu belum dikembang kan . Maka guru harus mengandalkan asesmen informal .
Beberapa
prosedur asesmen informal yang dapat
dipakai :
1). Guru dapat mengadakan observasi harian
secara teliti.
Pada waktu mengadakan observasi hal-hal yang perlu diperhatikan :
a.
Bagaimana sikap anak
terhadap kegiatan membaca.
b.
Minat khusus anak yang dimiliki
dalam membaca.
c.
Apakah anak mencapai
kemajuan dalam membaca ?
d.
Kelebihan dan kelemahan
anak waktu membaca ?
e.
Apakah anak harus mengeja
dalam membaca bersuara ?
f.
Dan lain-lain.
2). Daftar Kata Bergradasi .
Daftar kata bergradasi dapat dipakai untuk melihat
kemampuan anak
mengenal
kata.
Secara lebih rinci dapat digunakan :
a.menunjukkan kemampuan kosa kata pandang anak.
b.memperkirakan tingkat
penguasaan kosa kata anak.
c. menunjukkan
kelemahan anak menghadapi kata baru
dalam
membaca.
3).Inventori Membaca Informal.
Pada daftar kata bergradasi hanya mengukur
kemampuan membaca
teknis (khususnya pengenalan kata ).
Inventori
Membaca Informal
lebih menekankan kemampuan pemahaman, juga dapat dipakai untuk
membaca teknis.
4). Prosedur Cloze.
Prosedur Cloze dapat digunakan
sebagai metode informasi untuk mengukur tingkat kemampuan membaca dan
pemahaman.
Prosedur cloze dapat diberikan secara individual atau klasikal.
5.Tes Berdasarkan Kurikulum.
Guru dapat menyusun tes informasi untuk mengukur secara cepat
tujuan instruksional tertentu . Tujuan khusus berkaitan dengan pokok
bahasan tertentu , misalnya kata dengan suku kata menggunakan
huruf i, n, u , a, b
(ibu,abu, babu, bibi ).
Atau kata dengan suku kata berakhitan konsonan menggunakan huruf
i, n, b , u, m , a( main, minum ).
MENANGANI KESULITAN MEMBACA.
Secara garis besar
ada dua (2) macam pendekatan dalam
pengajaran membaca permulaan :
-
Pendekatan berdasarkan symbol (code emphsis ).
-
Pendekatan
berdasarkan makna (meaning emphasis ).
Perbedaan antara kedua pendekatan tersebut
terletak pada cara meng
ajarkan . Pendekatan berdasarkan
symbol menekankan keteraturan
kaitan antara huruf dan bunyi. Tujuan akhirnya agar anak dapat
mengucapkan apapun yang tertulis, meskipun tidak berupa kata.
Pendekatan berdasarkan makna lebih menekankan pada kemam
-
puan mengenal dan membaca kata-kata
yang bermakna.
Ada beberapa
pendapat di kalangan para pakar tentang
pendekatan yang lebih baik .
Pendekatan symbol lebih menguntungkan
bagi pengembangan kete-
rampilan membaca teknis, sedang pendekatan berdasarkan makna
lebih menguntungkan bagi pengembangan keterampilan pemahaman.
Akan tetapi untuk anak berkesulitan membaca, pendekatan berdasar –
kan symbol lebih direkomendasikan.
1. Pengajaran Membaca Permulaan.
Ada beberapa metode yang sering dipakai
untuk pengajaran membaca
permulaan :
a. Metode Membaca B a s a l
Program
pengajaran dengan metode basal terdiri atas beberapa set
yang
tersusun menurut tingkat kesukarannya, masing –masing terdiri atas teks bacaan
dan materi pelengkap, seperti buku kerja, kartu huruf
huruf, tes
awal , tes akhir, dan film strip.
Garis besar
langkah mengajar dengan metode basal
sebagai berikut :
-
Memberikan motifasi kepada
anak.
-Memberikan konsep atau kosa kata baru sebagai pengantar.
-Membimbing anak membaca dengan
mengajukan pertanyaan
yang sebenarnya menjadi tujuan membaca.
-Mengembangkan keterampilan lebih lanjut , dengan
tugas-tugas
dari buku kerja atau latihan tambahan.
-
Memberi
tugas sebagai aplikasi keterampilan yang
baru dipelajari.
-
Evaluasi.
Karena
banyaknya materi yang harus disiapkan,
di Indonesia belum
pernah
disusun bahan pelajaran membaca
permulaan yang dapat
dipakai
dengan metode basal.
b. Metode E j a
Metode eja
mengajarkan membaca teknik dengan
melalui asosiasi
Antara grafem ( huruf ) dengan morfem ( bunyi ).
Setelah menguasai vocal dan konsonan ,
anak belajar membaca dengan menggabungkan bunyi menjadi suku kata dan
suku kata menjadi kata.
Kelemahan metode E j a :
- Terlalu menekankan menekakan
ucapan kata dapat mengorbankan
kemampuan pemahaman.
- Ada kata-kata perkecualian dalam
asosiasi huruf bunyi, misalnya
huruf o , pada kata toko dan kata pohon.
Anak mungkin bingung
pada tahap awal.
- Banyak anak menalami kesulitan menggabung huruf secara lepas
lepas anak dapat menghafal bunyinya.
c. Metode Linguistik
Metode mengajar membaca
Linguistik sangat menekankan komuni –
kasi lisan. Metode linguistik menekankan pengajaran membaca secara
utuh. Latihan membaca huruf atau menggabungkannya tidak diberikan.
Perbedaan metode Linguistik dengan metode
Eja terletak pada fokus
pengajarannya, yaitu pada kata utuh bukan pada bunyi-bunyi teriso-
lasi. Perbedaan antara metode Linguistik dengan metode
Basal terletak pada penemuan system isolasi huruf bunyi sebelum beralih ke
pemahaman.
Beberapa kelebihan metode
Linguistik :
a.Tekanan pada hubungan antara fonim dan grafim , membantu anak menyadari, bahwa membaca bahasa lisan yang ditulis.
b.Pola visual antara bunyi huruf secara
konsisten disajikan kepada anak.
c.Anak belajar membaca dan
mengeja kata secara utuh.
d.Kesadaran tentang kalimat sejak dini
telah ditanamkan.
e.Pengajaran membaca dikaitkan dengan
pengetahuan bahasa
anak sendiri.
Kelemahan
metode Linguistik
:
a. Kurangnya penekanan pengebangan pemahaman pada tahap awal.
b. Kosakata terkendali dan
penggunaan kata-kata tidak bermakna
mengurangi makna pemahaman.
c. Anak terdorong untuk membaca
kata demi kata.
d. Metode ini menekakankan
keterampilan auditori –memori.
e. Tidakada kesepakatan antara
ahli bahasa tentang teknik menga-
jarkannya.
d.Metode Pengalaman Bahasa
Metode Pengalaman Bahasa ( language
experience ) menekankan pengintegrasian pengembangan keterampilan
membaca dan yang lain
yaitu mendengarkan, berbicara, dan menulis.
Pola pikir dari metode pengalaman bahasa
adalah , bahwa anak dapat
mengatakan apa yang dipikirkan, apa
yang dipikirkan dapat ditulis,
dan anak dapat membaca apa yang ditulis.
Ada beberapa kelebihan yang terlihat dari metode pengalaman bahasa
antara lain sebagai berikut :
Metode ini dapat mengintegrasikan empat keterampilan berbahasa
sekaligus.
a. Metode pengalaman bahasa , memanfaatkan
pengalaman untuk
penghajaran bahasa.
b.
Kreatifitas anak
berkembang.
c.
Motivasi belajar membaca
tinggi.
Kelemahan
metode pengalan bahasa , pengajaran membaca menjadi kurang terstruktur dan kurang sistematik.
PROGRAM REMEDIAL
MEMBACA
Pengajaran remedial
direncanakan bagi anak-anak yang
mengalami
kesulitan belajar , yaitu anak yang tidak dapat membaca
atau yang
kemampuannya ketinggalan satu tingkat
atau lebih dengan teman-teman lainnya.
Ada beberapa pendekatan yang dapat dipakai
antara lain : pendekat-
an multi sensori, pendekatan modifikasi abjad, dan pendekatan kesan
neurologis.
1. Pendekatan Multisensori.
Pendekatan
Multisensori berdasarkan atas asumsi,
bahwa akan dapat
belajar dengan baik, jika materi
pengajaran disajikan dalam berbagai
modalitas, antara lain visual (penglihatan ) , tactile ( perabaan ) kinesthetik
(gerakan ), dan auditory ( pendengaran ). Keempat modalitas
tersebut dikenal dengan VAKT.
Ada dua metode mengajar yang
menggunakan pendekatan
multisen-sori , yaitu yang dikembangkan oleh Ferland dan
Gillingham .
a. Metode Ferland
Anak dilatih membaca kata secara utuh yang dipilih dari cerita yang dibuat
oleh anak itu sendiri. Dengan demikian, tidak ada kegiatan memperkenalkan nama huruf atau bunyi
secara individual.
Metode Ferland meliputi 4 (empat
) tahap :
Tahap 1: Anak memilih kata yang akan
dipelajarinya , guru menulis-
kannya besar-besar , anak kemudian
menelusuri kata dengan jarinya,
sambil menelusuri anak mengucapkan kata itu keras-keras.
Dengan kata –kata yang sudah
dikuasainya, anak dapat membuat cerita .
Tahap 2 : Anak belajar dengan kata yang ditulis guru , mengucapkan dan menyalinnya, anak didorong
untuk menyusun cerita dan memper-
tahankan kata yang sudah
dikuasainya.
Tahap 3 : Anak belajar membaca dari kata-kata atau kalimat
yang sudah dicetak. Anak melihat kata, mengucapkannya, kemudian
menyalinnya. Tugas guru memantau apakah semua kata masih diingatnya.
Tahap 4 : Anak sudah mampu mengenal kata-kata baru , dengan membandingkannya
dengan kaata-kata yang sudah dipelajarinya, anak dapat dimotivasi untuk
memperluas materi bacaannya.
b. Metode Gillingham
Metode Gillingham sangat terstruktur dan berorientasi pada kaitan
antara bunyi dan huruf. Setiap huruf diajarkan dengan metode
multisensori . Kartu huruf dibuat
warna berbeda antara vocal dan
konsonan , dan setiap kartu memuat satu huruf dalam bentuk kata
kunci beserta gambar, misalnya
huruf b disajikan
dengan kartu bergambar bola,
dengan tulisan bola di bawahnya dan huruf b
dicetak tebal.
Seperti halnya metode Ferland,
metode Gillingham hanya dapat dipakai untuk remediasi secara
individual.
2. Metode Modifikasi Abjad
Metode Moodifikasi Abjad
telah banyak dipakai untuk anak berkesulitan membaca pada bahasa yang kaitan antara huruf dan bunyinya
tidak selalu konsisten. Dalam bahasa Inggris, misalnya huruf
a dapat
dibaca /e/, /ei/, atau /a/.
Huruf /f / dapat bdilambangkan oleh huruf
f, gh,atau ph, misalnya kata “ enough “
dapat ditulis “inaf “, kata
“phone” akan ditulis “fon “.
Dalam bahasa Indonesia, metode ini tidak banyak bermanfaat, karena
kaitan anatara huruf dan bunyinya relatif konsisten .
3.Metode Kesan Neurologis
Metode Kesan Neurologis terdiri atas kegiatan membaca bersama-sama secara
cepat antara guru dan murid . Asumsi dasarnya adalah
bahwa anak dapat belajar dengan
mendengar susaranya sendiri dan
suara orang lain yang membaca materi yang sama.
Pada awalnya guru membaca lebih keras dan lebih cepat dari pada
Anak, anak didorong untuk menjaga kecepatan membacanya,dan tidak terlalu
risau dengan salah baca. Guru menelusuri
bagian
yang dibaca dengan jari, jika anak sudah
mampu mendahului guru ,
guru mengurangi keras dan kecepatan
dalam membaca. Anak mene-
lusuri bagian yang dibacanya dengan
jari .
Yang dipentingkan dalam kegiatan ini
adalah membaca lancar.
Kelebihan metode kesan neurologis
adalah kemampuan dalam hal
ekspresi lisan , kelancaran membaca, dan peningkatan rasa percaya
diri dapat diamati . Namun kemajuan yang diperoleh anak dalam
pemahaman
tidak banyak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar